Ketika penderitaan menggerogoti
hidup Anda, apa yang Anda lakukan? Saya yakin, Anda tidak mau menanggungnya
sendirian. Anda akan menyertakan orang-orang yang ada di sekitar Anda. Anda
juga akan menyertakan Tuhan dalam situasi penderitaan itu.
Seorang ibu menceritakan bahwa ia
sangat menderita berhadapan dengan suaminya yang suka menyiksa dirinya. Setiap
kali ia mengeluh tentang hidupnya, suaminya tidak mau peduli. Mendengar pun
suaminya tidak mau. Kalau ia ngotot mengungkapkan kecemasannya tentang dirinya,
sang suami tidak segan-segan main tangan. Pipinya kemudian memerah oleh telapak
tangan sang suami yang keras menghantamnya.
Sudah sering ibu itu menangis dalam
kesunyian. Ia mengalami derita batin yang luar biasa mendalam. Pada saat yang
bersamaan, ia mesti membesarkan tiga orang anaknya. Kadang-kadang ia merasa
kesulitan untuk mendampingi anak-anaknya. Namun ia mesti kuat dalam menjalani
semua itu.
“Airmata ini sudah mengering. Bahkan
sekarang tidak ada airmata lagi yang bisa tercurah dari mata ini,” kata ibu itu suatu kali.
Ibu itu merasa sangat menderita.
Namun ia mesti bertahan dalam situasi seperti itu demi ketiga anaknya. Ibu itu
bercita-cita bahwa suatu saat ia akan mengalami kegembiraan dalam hidupnya.
Suatu suasana yang membuat ia bahagia lahir dan batin. Ia tidak tahu, kapan
cita-citanya itu tercapai. Namun ia punya harapan yang besar akan meraih kebahagiaan
itu.
Cita-cita itu menjadi nyata, ketika
suatu hari suaminya mulai bersikap lembut terhadap dirinya. Bahkan sang suami
berani meminta maaf atas segala tindakan kerasnya terhadap dirinya. Ibu itu
sangat bergembira. Ia merasakan peristiwa itu sebagai suatu mukjijat dari
Tuhan.
Sahabat, Kahlil Gibran menulis, “Hal
yang membuatmu tertawa suatu saat akan membuatmu menangis. Apa yang kini
membuatmu menangis adalah hal yang akan membuatmu tertawa.”
Gibran membidik dengan tepat situasi
kehidupan manusia. Tertawa dan menangis adalah hal yang sehat dan normal dalam
hidup manusia. Dalam kisah di atas, sang ibu mengalami kegetiran batin yang
begitu mendalam. Akibatnya, ia mengalami bahwa airmatanya telah mengering.
Suatu simbol akan penderitaan yang begitu berat dalam kehidupan ini.
Semestinya kebahagiaan senantiasa
menjadi bagian dari kehidupan manusia. Cita-cita setiap manusia adalah meraih
kehidupan yang menggembirakan dan membahagiakan. Namun kadang-kadang orang
mesti mengalami hal yang sebaliknya. Orang mengalami kegundahan dan kegetiran
dalam hidup.
Orang beriman berani menghadapi
kegetiran dan penderitaan dalam hidup ini. Mengapa? Karena orang beriman
menghadapinya dengan penuh iman. Mereka yakin bahwa suatu ketika mereka akan
menggapai cita-cita untuk hidup bahagia. Tentu saja dengan berbagai usaha yang
baik dan benar.
Dalam situasi penderitaan itu, orang
beriman menyertakan Tuhan dalam hidupnya. Orang tidak menanggungnya sendirian.
Tetapi orang meminta dalam doa yang penuh iman, agar Tuhan membantunya
meringankan penderitaan hidupnya. Hanya dengan cara ini, orang mampu menjalani
hidup ini. Orang tetap bergerak maju meski hidup ini terasa berat. Mari kita
terus-menerus menyertakan Tuhan dalam setiap duka nestapa kita. Dengan
demikian, kita mampu menemukan sukacita dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar