Setiap orang dipanggil untuk
menuntun sesamanya menemukan hidup yang lebih baik. Sayang, tidak semua orang
menyadari tugas panggilannya ini.
Suatu hari saya menyuruh seorang
anak untuk menyiapkan ijazahnya. Semester yang akan datang dia mesti
melanjutkan sekolah di sebuah perguruan tinggi di Palembang. Untuk itu, dia
mesti pulang ke kampungnya yang cukup jauh. Ia ambil waktu satu minggu untuk
mengurus hal-hal yang berkenaan dengan ijazahnya itu.
Setelah satu minggu urusan ijazah
itu selasai, ia pulang ke Palembang. Namun anak itu tidak langsung menyerahkan
ijazahnya kepada saya. Padahal saya adalah ‘sponsor’ bagi dirinya untuk studi
di perguruan tinggi. Lantas beberapa hari kemudian saya menanyakan ijazahnya.
Dia lantas menyerahkan ijazahnya kepada saya.
“Nilai-nilai saya kecil-kecil. Saya
takut kalau tidak diterima di perguruan tinggi,” katanya sambil masih
malu-malu.
Saya menerima ijazahnya yang sudah
dibuka oleh dia. Namun saya tidak sempat melihat nilai-nilainya. Saya menutup
ijazah itu. Lalu saya berkata kepadanya, “Sekarang kamu ikut tes.”
Anak itu terpana mendengar kata-kata
saya yang tegas itu. Ia pun berangkat ke perguruan tinggi, mengambil (membeli)
formulir pendaftaran. Dua hari kemudian, ia mengikuti tes itu. Seminggu
kemudian pengumuman tes. Hasilnya, sangat mengecewakan dia, meski dia diterima.
“Saya berada di nomor urut 23 dari
bawah. Sangat mengecewakan!” katanya kepada saya.
Sambil tersenyum, saya berkata,
“Tetapi kamu diterima! Kamu harus kuliah!”
Dia terpana mendengar kata-kata
saya. Dia seolah-olah tidak percaya bahwa saya memberi kepercayaan dan dukungan
yang besar bagi dirinya. Dia pun menjalani studi di perguruan tinggi itu. Dia
mengatakan kepada saya bahwa dia mesti bekerja keras untuk mengejar
ketinggalan.
Hasilnya luar biasa. Setelah empat
tahun kuliah, ia meraih prestasi yang tertinggi di jurusannya. Selama kuliah,
ia pun sering mengikuti berbagai lomba mewakili perguruan tingginya. Dia merasa
puas dan bahagia. Dia boleh meraih cita-cita yang terpendam belasan tahun dalam
dirinya.
Sahabat, memberikan motivasi kepada
orang lain untuk maju dalam kehidupan ini tidak mudah. Orang mesti punya
berbagai cara untuk meyakinkan orang lain bahwa kemajuan itu dapat diraih dalam
kehidupan ini. Cita-cita itu dapat diraih meski ada rintangan yang menghadang
dalam perjalanan hidup.
Kisah di atas menjadi salah satu
contoh, bagaimana kita mesti memberikan motivasi kepada sesama kita. Banyak
orang ingin meraih cita-cita dalam kehidupan ini. Namun sering mereka tidak
tahu cara untuk meraih cita-cita itu. Akibatnya, mereka berhenti di tengah
perjalanan hidup ini. Mereka menjadi bingung, mau berjalan ke arah yang mana.
Tentu saja motivasi yang diberikan
kepada sesama kita hanya sebuah cambuk. Orang yang diberi motivasi itu mesti
berjuang. Tidak boleh orang itu hanya menggantungkan bantuan dari orang lain.
Orang itu sendiri mesti berjuang dalam realitas hidupnya sehari-hari. Ketika
ada aral yang melintang dalam perjalanan hidupnya, orang mesti berani
menghadapinya. Tentu saja orang mesti menghadapinya dengan kerja keras, bukan
dengan rasa takut gagal.
Orang beriman tentu saja mesti
berjuang bersama Tuhan yang diimaninya. Melalui ajaran-ajaranNya, Tuhan juga
memberi motivasi dan dukungan kepada manusia untuk terus-menerus melangkahkan
kaki dalam perjalanan hidup ini. Untuk itu, orang mesti berani berserah diri
kepada Tuhan dalam reaalitas hidupnya sehari-hari. Tuhan memberkati. **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar