Buku
karangan Thomas J Stanley, dan William D Danko “The Millionaire Next Door”
mendefinisikan ulang siapakah milyuner itu?
Dari
20 tahun penelitian mereka tentang orang-orang kaya di amerika, dan bagaimana
mereka hidup dengan lebih dari 11 ribu responden, mereka mendefinisikannya
sebagai berikut.
Millionaire,
jutawan, atau orang kaya tidak didefinisikan dengan mempunyai penghasilan lebih
dari 10 atau 100 milyar misalnya. Tetapi ternyata definisi milioner atau orang
kaya menurut buku ini adalah lebih ke berapa lama orang tersebut bisa hidup
dengan harta yang mereka miliki tetapi mereka tidak lagi bekerja. Orang yang
memiliki penghasilan besar, katakanlah 15 juta per bulan tetapi menghabiskan
12-13 juta perbulan, tidak bisa dibilang kaya, tapi hidup dengan mewah. Dengan
pengeluaran segitu besar tanpa ada saving yg memadai, berapa lama mereka dapat
bertahan hidup jika tidak bekerja?
Perhitungan
definisi kaya menurut buku ini dirumuskan sbb:
Milioner
= (Umur x gaji satu tahun)/10
Apakah
harta yang anda miliki lebih sudah besar dari hitungan tersebut?Jika sudah,
selamat!..anda adalah millionaire menurut Stanley dan Danko
Contoh
si A berumur 30 tahun.
Penghasilannya satu bulan sebesar 1,5 juta rupiah. Si A akan dianggap milioner jika harta yang dia miliki lebih dari 30 x 1,5 juta x 12 / 10 yakni 54 juta. Harta disini adalah nilai portofolio, aset produktif atau uang simpanan yang si A miliki tetapi bukan pemberian atau warisan dari orang lain.
Penghasilannya satu bulan sebesar 1,5 juta rupiah. Si A akan dianggap milioner jika harta yang dia miliki lebih dari 30 x 1,5 juta x 12 / 10 yakni 54 juta. Harta disini adalah nilai portofolio, aset produktif atau uang simpanan yang si A miliki tetapi bukan pemberian atau warisan dari orang lain.
Mengapa
dengan hanya memiliki 54 juta A bisa dibilang milioner?
Biaya hidup Amir kurang dari 1,5 juta sehingga dengan uang tersebut dia bisa hidup selama tiga tahun tanpa bekerja.
Definisi dari buku ini sama sekali memberi pandangan baru bagi saya, bahwa milioner ternyata tidak hanya tergantung dengan harta yang saya miliki, tidak bergantung dari seberapa besar gaji (meskipun ini juga penting) tapi yang terpenting juga adalah seberapa besar biaya hidup saya.
Definisi
orang kaya diatas menurut buku ini dibagi lagi menjadi
PAW :
Prodigious Accelerated of Wealth, yakni orang yang memiliki tingkat
kekayaan sebesar 2X dari hasil rumus diatas.
AAW : Average Accelerated of Wealth, yakni orang yang memiliki tingkat kekayaan pada kisaran rumus diatas
Dan UAW : Under Accelerated of Wealth, yakni orang yang memiliki kekayaan pada kisaran ½ dari rumus diatas.
Misal
si B umur 35 tahun dan memiliki salary 10 juta / bulan, Maka dia bisa
dikategorikan PAW jika memiliki portofolio sebesar((35 x 12 x 10 juta)/10 ) x 2
= 840 juta, artinya kemampuan untuk mengumpulkan kekayaannya berada diatas
rata2. Tetapi jika kekayaannya adalah "hanya" 210 juta, maka dia
masuk dalam golongan UAW.
Buku
yang berjumlah 365 halaman, 8 bab dan 3 appendix ini menceritakan bahwa
orang-orang kaya saat ini 80% mendapatkan kekayaan mereka dalam 1 generasi,
jaman kekayaan dengan warisan seperti jaman Rockefellers, Vanderbilt, Du Pont
sudah lewat…Buku ini banyak memberikan perbandingan-perbandingan hasil
investigasi, dan interview mereka terhadap para responden, penyajiannya pun
banyak mengangkat kasus-kasus unik yg mereka jumpai.
Dalam
buku tersebut dituliskan tentang tujuh ciri khas seorang milioner.
1.
Mereka hidup dibawah kemampuan mereka.
Dalam
satu kesempatan ketika Stanley dan Danko mencoba mewanwancarai para pemilik
kekayaan dengan nilai rata2 sebesar US$ 10 M, mereka benar2 terkaget-kaget.
Banyak undangan yang datang ke salah satu penthouse di manhattan east side
pakaian mereka biasa, apa yang mereka kenakan dan kendarai saat datang sangat
biasa. Ada kisah kegiatan interview di salah satu lembar buku ini.
Mr.
Bud 59 thn, pemilik bisnis real estate di NY ketika diajak bersulang oleh Danko
dengan anggur bordeoux 1970 menolak, dia mengatakan hanya terbiasa minum scoth
dan bir Budweiser. Makanan2 “wah”, kaviar, lasagna, apricot yang terhidang
diatas meja, banyak yang tidak tersentuh, hanya karena mereka “tidak terbiasa”
memakan makanan jenis tersebut. Sepanjang pertemuan tersebut, mereka hanya
memakan kue kering.
Mengetahui
hal tersebut membuat Stanley dan Danko cukup surprised, beginikah profil
pemilik kekayaan sejumlah $ 10 Juta?
Begitulah,
ternyata kebanyakan dari orang kaya di amrik sana tidak seperti yang terlihat,
mereka yang memiliki rumah mewah, mobil yang banyak, belum tentu juga memiliki
deposit dan asset produktif lain yang juga banyak. Tapi sebaliknya, ternyata
memang benar pepatah lama, jangan melihat orang dari penampilan luarnya.
Apa
yang berlaku selama ini bisa jadi benar, kecenderungan orang akan menaikan
pengeluarannya jika penghasilannya meningkat. Kira-kira apa saja rencana kita
ketika dapat kenaikan gaji?...berencana ganti mobil keluaran baru?, renovasi
rumah?...pingin baju yang lebih “layak”? Dengan biaya hidup semakin meningkat
ketika penghasilan juga meningkat, sehingga tidak ada peningkatan dalam
tabungan dan investasi. Maka sepertinya kita tidak pernah bisa menjadi
millionaire benar juga salah satu dari 36 (kemudian menjadi 45) butir pancasila
dari sila ke 5 waktu SD dulu yaitu “tidak bergaya hidup mewah”. he he he
2.
Mereka mengalokasikan waktu, energi, dan uang mereka secara efektif dan
efisien, dalam cara yang kondusif untuk mengumpulkan kekayaan.
Kebanyakan
dari mereka yang kaya akan memilih tempat investasi dengan sangat selektif.
Tujuannya supaya kedepannya dia tidak perlu lagi menghabiskan waktu untuk
mengontrol atau terlibat dalam bisnis tersebut, sehingga mereka memiliki waktu
untuk mengerjakan hal profit lainnya. Sebelum mereka memasuki suatu bisnis,
mereka akan habis2an menghabiskan waktu untuk mengevaluasi bisnis tersebut,
bagaimana prospeknya, bagaimana historynya, konsisten keuntungannya, profitnya
dsb.
Persis
sekali seperti apa yang dilakukan oleh Buffett, yang menghabiskan waktu berhari
hari sebelum membeli suatu saham, sehingga ia menjadi orang terkaya di dunia
dengan kekayaan US$ 62 B.
Mereka
tidak tergiur dengan pernyataan cepat kaya atau keuntungan besar. Mereka sabar
menunggu hingga investasi yang ditanam mulai berbuah. Mereka percaya prinsip
sederhana, biji pohon ek yg kecil ditanam, disiram, dijaga, dirawat maka dan
lama lama menjadi sebuah pohon yang besar. Susah diawal tetapi akan aman di
kemudian hari. Dia sudah tidak perlu lagi menghabiskan energi dan waktunya dimasa
yang akan datang.
Saat
ini di Indonesia banyak sekali orang yang tertipu dalam investasi. Mereka tidak
selektif di awal dan sangat tergoda dengan keuntungan besar yang berujung pada
penipuan. Investasi dengan janji bunga 20% setiap bulan misalnya. Sang pemilik
perusahaan investasi menepati janjinya di bulan-bulan pertama tetapi tidak lama
kemudian segera melarikan uang mereka. Akhirnya mereka kehabisan energi, waktu
dan uang mereka karena janji-janji yang tidak ditepati. Mereka mengurus ke
kepolisian, pengadilan, atau mencari pemilik perusahaan.
3.
Mereka percaya bahwa kemerdekaan dalam keuangan lebih penting daripada
memamerkan status sosial yang tinggi.
Dari
beberapa tokoh, kita kadang mengenal sosok orang-orang yang mengandalkan status
sosial yang tinggi. Mereka tidak menggunakan kendaraan yang biasa-biasa, dan
cenderung “wah”, akan makin bangga jika kendaraan yang mereka pakai adalah
limited edition, karena saking mahal harganya. Begitu juga dengan jam tangan,
baju, sepatu dan benda-benda lainnya. Memiliki lebih dari satu kartu kredit
dengan harapan bisa pinjam uang lebih banyak lagi. Padahal batas kartu kredit
dibuat berdasarkan penghasilan bulanan kita. Jika seharusnya memiliki batas 6
juta dan Anda menaikan dengan cara memanipulasi data menjadi 10 juta maka Anda
tidak akan bisa membayar angsuran.
Begitulah
orang-orang yang mementingkan status sosial tinggi itu hidup. Tidak lama
kemudian, mereka bekerja untuk membayar hutang dan angsurannya. Dia menjadi
tidak merdeka secara keuangan. Bayangkan kalau suatu hari dia dipecat dari
pekerjaannya, apa yang akan terjadi?
Bob
Sadino sang pengusaha sukses sehari-harinya tampil dengan sangat sederhana.
Kemana-mana dia masih dengan menggunakan celana pendek, kemeja, bersandal dan
topi cowboy yg khas.
Dahlan
Iskan pemilik Jawa Pos Grup, kekantor pun selalu memakai kemeja model hawai,
jeans dan sepatu kets, khas dengan kacamata old style-nya. Jarang sekali bias
menemuinya berpakaian rapid dan necis, padahal Grup Jawa Pos miliknya sudah
tersebar (memakai merek “radar”) ke saentro nusantara. Sewaktu di undang di
Acara Kick Andy kemarin masih dapat dilihat style dengan sepatu ketsnya.
Atau
kalau kita lihat orang terkaya Bill Gates. Waktu awal dia menjadi milioner, dia
masih naik pesawat di kelas ekonomi (meskipun dia punya rumah termahal di
pinggiran Washington), saat mempresentasikan produk terbaru Microsoft,
tampilannya selalu standard, sweater dan jeans.
Steve
Jobs CEO Apple, selalu memakai sweater lusuh dan jeans belel kemana-mana,
hingga pernah dia dicuekin oleh seorang sales sebuah butik ketika ingin membeli
jas yang “agak pantas”, hanya karena penampilan lusuhnya, sang sales hanya
melongo ketika diberi kartu nama “tolong dikirim ketempat saya”, kata Steve
Jobs.
Warren
Buffett, Investor hebat yang baru-baru ini dinobatkan menjadi orang terkaya
dunia dengan nilai U$ 62 B sampai sekarang masih menempati rumah yang dia beli
30 tahun lalu dan masih memakai mobil lamanya, kantornya di Omaha-pun hanya
seukuran lapangan tennis, dengan karyawan yang tidak lebih dari jumlah pemain
sepakbola. Mereka tidak malu dan tidak mengutamakan statusnya.
Tetapi
bagaimana dengan Donald Trump? Tentu Anda mengenal orang yang satu ini. Dia
mengajarkan tentang pentingnya status sosial supaya bisa memiliki bisnis yang
bagus. Ketika dia masih miskin dia bergaya jadi orang kaya bahkan mendaftar ke
klub orang kaya dengan tujuan mendapatkan bisnis dari mereka. Trump memulai
pekerjaan pertamanya dari koneksi tersebut. Dia rela hidup di tempat yang kumuh
supaya bisa membayar biaya anggota di klub kaya tersebut. Sampai sekarang pun
Trump masih mengutamakan status sosial yang tinggi.
Lihat
saja dia datang dengan helikopter atau mobil limosin yang wah (yaah, kalau
sudah mampu sih gak apaapa :) ).Tetapi banyak diantara mereka yang mengutamakan
status social tersebut yang akhirnya terlilit utang. Berhutang untuk membeli
mobil, memiliki empat mobil dan sering berganti-ganti mobil dengan keluaran
terbaru.
Tujuannya
supaya kelihatan memiliki status social tinggi. Akibatnya dia tidak memiliki
kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya. Bukan bisnis baru yang ia peroleh tetapi
hutang baru yang semakin hari semakin menumpuk. Akhirnya dia sendiri harus
kehilangan rumah dan harta lainnya. Banyak contoh orang orang semacam ini…Mike
Tyson yang dulu kaya raya karena juara tinju sejati kelas berat, sekarang
bangkrut hingga tersiar kabar dia rela main film rating X demi mendapat
penghasilan tinggi, Michael Jackson hampir bangkrut karena biaya maintenance
taman bermain “never land”nya yang kelewat mahal, dan gaya hidupnya yang minta
ampun borosnya.
Pilihan
pada Kita, ingin seperti apa Kita hidup? Apakah seperti Trump dengan resiko
menghadapi kegagalan yang sangat besar? Atau seperti kebanyakan milioner hidup
yaitu mengutamakan kemerdekaan financial daripada status sosial?
4.
Orang tua mereka tidak memberikan tunjangan ekonomi.
Berdasarkan
hasil penelitian tersebut 80% milioner Amerika adalah generasi pertama. Dengan
kata lain, mereka menjadi milioner atas usaha mereka sendiri bukan warisan dari
orang tua. Tunjangan ekonomi dari orang tua ternyata membuat anak-anak mereka
memiliki gaya hidup diatas kemampuan mereka sendiri. Era keluarga kaya karena
warisan seperti era Rockefelleres, Varderbilts, Du Pont sudah lewat.
Banyak
anak-anak milioner yang hanya memiliki pendapatan sedikit tetapi memiliki dua
mobil, baju yang sangat bagus, rumah yang besar dengan biaya perawatan yang
tinggi. Mereka bisa membiayai itu semua karena mendapatkan uang atau tunjangan
ekonomi dari orang tua mereka. Sementara mereka yang tidak memiliki tunjangan ekonomi
akan berjuang keras untuk memenuhi kehidupan mereka dan terus menghemat supaya
mereka bisa bertahan hidup.
Banyak
cerita yang kita yang kita dengar dari anak keluarga keturunan tionghoa, mereka
sedari kecil sudah membantu keluarganya di toko dan bisnisnya, mereka mendapat
upah karena kontribusi mereka. Ketika beranjak besar, sedikit demi sedikit
kepercayaan mengelola bisnisnya bertambah. Jadi mereka mempunyai kemampuan yang
sudah terasah untuk menghasilkan uang dan berinvestasi. Berbahagialah mereka yang
saat ini tidak mendapatkan tunjangan ekonomi dari orang tuanya karena mereka
justru memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menjadi kaya.
5.
Anak-anak mereka yang sudah dewasa memenuhi kebutuhan ekonomi sendiri.
Bill
Gates atau William Henry Gates III, sudah kaya sejak lahir karena orang
tuanya..tapi ia tidak dimanja dengan dipenuhi semua kebutuhan dari orang tua,
dia mulai belajar pemrograman computer sejak melihat Atari,dan bersama Paul
Allen sahabatnya dia mendirikan Microsoft sejak bangku SMA.
Warren
Buffet, ayahnya seorang anggota Kongres dan broker ternama, tapi buffet sempat
bekerja dengan orang tuanya dari umur 11 tahun, saham pertama cities service
dibelinya dengan harga U$ 38 yang kemudian dijual dengan harga U$ 40, kemudian
menjadi loper koran (yang kemudian mengilhaminya membeli the Washington Post
kelak), selepas lulus SMA saat 16 tahun tabungannya sudah U$ 5000 (senilai
$100000 sekarang) hasil dari menyewakan tanah yang dibelinya kepada petani.
Gaya
hidup anak-anak milioner tersebut tentu saja membuat orang tuanya tetap menjadi
milioner. Tidak terjadi pemborosan yang tidak perlu bahkan mereka mendapatkan
tambahan penghasilan karena anak anak mereka bekerja dengan baik. Bukan hanya
itu saja, gaya hidup anaknya menjadi jaminan buat orang tua mereka akan masa
depan anak anak tersebut. Mereka menjadi tenang di masa tua, tidak perlu
merisaukan anak-anak mereka karena sejak awal sudah dilatih bagaimana caranya
hidup. Sementara mereka yang memanjakan anak justru menjadi kuatir ketika
memasuki masa tua, khawatir anak-anak mereka tidak mampu bertahan hidup.
6.
Mereka ahli dalam membidik peluang.
Fokus
para milioner adalah mengembangkan kekayaan mereka bukan meningkatkan status
social mereka. Sementara yang satu memikirkan tentang mobil yang baru, gaya
hidup yang mewah, sang milioner justru mencari peluang-peluang baru. Dia
berjalan ke tempat-tempat yang tidak terduga dan menemukan peluang.
Saya
mendengar kisah Bob Sadino. Saat itu dia berjalan melihat peternakan kuda
(bukankah orang yang mengutamakan status sosial tidak mungkin pergi ke tempat
seperti itu?). Dia melihat kuda makan kangkung yang bagus. Bob pun
mengintruksikan untuk memilih kembali kangkung yang ada. Seleksi, yang bagus
dimasukan ke supermarket sedangkan yang jelek menjadi makanan kuda. Dia
menggunakan system Quality Control sehingga menghasilkan pangsa pasar yang
baru.
Warren
Buffett, terhitung sedikit sekali melakukan transaksi investasi, dia memilih
perusahaan sederhana, bukan perusahaan canggih dot com dsb. Perusahaan yang dia
pilih adalah yang mencetak laba dengan konsisten,mengelola perusahaan dengan
efisien, menguasai pasar, bermanajemen bagus dan solid namun tidak terkenal.
Dan memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dari harga perusahaan itu di pasaran.
Ibarat membeli 1 dolar seharga 40 sen. Dia banyak melakukan transaksi investasi
besar-besaran saat pasar sedang bearish akibat sentiment negatif, dimana pelaku
pasar menarik besar-besaran modal mereka. Petrochina dia beli saat murah,
Coca-Cola, Washington Post, Gillette juga dia beli saat perusahaan tersebut
kurang diminati pasar sehingga harganya jatuh.Tapi sekarang? Tidak mudah, tapi
bukan tidak mungkin menjadi atau minimal mendekati yang seperti itu.
Sementara
itu mereka yang bergaul dengan orang-orang kaya juga membahas tentang bisnis
baru. Tetapi kebanyakan dari bisnis tersebut sudah ada di pasar. Mereka hanya
mengetahui tentang konsumen dari kata rang. Wajar kalau usaha mereka sering
kandas di tengah-tengah jalan. Mereka cenderung mengikuti booming dan bisa
dikatakan terlambat. Misalnya lagi booming factory outlet, mereka pun membuka
foactory outlet tetapi sudah terlambat dan sudah banyak pesaing di dalamnya.
7.
Mereka memilih pekerjaan yang tepat dan sangat di sukainya.
Ternyata
pekerjaan seorang milioner sangat bervariasi. Bahkan diantara mereka ada yang
menjadi pengendara truk, pemadam kebakaran, juru lelang, kontraktor jalan
setapak, pemilik bengkel. Haaaa? :O Mungkin Anda heran tetapi begitulah mereka
hidup. Mereka memilih pekerjaan yang mereka senangi bukan sekedar gajinya
besar. Tetapi mana mungkin seorang pengemudi truk bisa jadi milioner? Mungkin
itu yang Anda tanyakan. Itu bisa terjadi karena mereka tidak hanya sekedar
pengemudi truk. Selain hidup hemat dan sederhana mereka memiliki saham atau
investasi di bidang lain. Investasi itu dibiarkan oleh mereka dan akhirnya
tumbuh menjadi sangat besar. Sebenarnya bisa saja dia beralih profesi
apalagi dia mempunyai banyak uang dan telah bebas dari tuntutan financial.
Mereka
yang menjadi milioner tidak takut kehilangan pekerjaan dan tidak tergantung
pada penghasilan dari pekerjaan mereka. Mereka bisa berpindah kerja sesuka
mereka dan sesuai dengan keinginan mereka. Yang menjadi alasan pertama mereka
bekerja adalah mereka suka pekerjaan itu. Sementara beberapa orang yang pura-pura
kaya justru sangat tergantung pada pekerjaan mereka. Alasan utama mereka
bekerja adalah mendapatkan penghasilan lebih banyak lagi tidak peduli mereka
suka atau tidak dengan pekerjaan tersebut.Tentu saja mereka sangat takut
kehilangan pekerjaan mereka karena mereka tidak mempunyai cadangan uang untuk
hidup setelah kehilangan pekerjaan.
Begitulah
ciri khas milioner hidup. Saya hanya ambil inti poin poin nya pesan dari buku
tersebut dengan menambahkan contoh sederhana, tidak saya jabarkan semua karena
buku ini adalah pemaparan hasil investigasi, banyak sekali studi kasus menarik
yang ditampilkan, buku ini juga banyak memberikan contoh dan perbandingan gaya
hidup seseorang dengan latar belakang pendapatan yang sama tetapi kekayaan yang
berbeda, dari background keluarga, usia pekerjaan…hingga mengapa mereka dapat
menjadi kaya.
Lampiran
yang diberikannya bagus sekali, seperti memaparkan perbandingan tipe rumah,
jenis mobil seperti apa yang mereka punya, berapa mereka menghabiskan uangnya
untuk membeli pakaian, jam tangan, ikut klub eksklusif, berapa jumlah kredit
card mereka dan tipe apa saja.
Jika
ingin yang lebih detail mengetahui isinya, ada baiknya kita beli buku tersebut
dan baca 365 halaman di dalamnya termasuk kata pengantar dan lampiran-lampiran.
Akhir kata, barangkali saat ini kita belum menjadi milioner, tetapi
mudah-mudahan kita sudah pada jalur yang benar untuk menjadi seorang
millionaire.
Impian
menjadi seorang millionaire tidak muluk-muluk jika kita mampu memenuhi definisi
millionaire diatas, menjadi millionaire juga bukan merupakan dosa, yang dosa
adalah ketika kita tidak mampu mengatur pengeluaran kita dan hidup dengan
menjadi seorang pemboros. Bener nggak?
hasil copypaste admin dari salahsatu sahabat FB yang layak Admin bagikan kepada Anda.
Terima Kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar