Sering orang kurang peduli terhadap
hidup sesamanya. Orang merasa bahwa kehadiran sesamanya hanya untuk memenuhi
keinginan dirinya.
Ada seorang suami yang suka
menyakiti istrinya. Ia memukul istrinya. Ia pernah menempeleng istrinya dengan
keras. Bahkan ia pernah menghukum istrinya dengan mengikat kedua tangan dan
kakinya. Ia menuduh istrinya berselingkuh dengan lelaki lain. Padahal tuduhan
itu kemudian tidak terbukti benar. Pernah ia menyiram istrinya dengan air
panas. Persoalannya sangat sepele, yaitu istrinya lupa memberi makan anak-anak
ayam peliharaannya.
Istrinya tampak tenang-tenang saja.
Ia tidak bisa melawan. Ia hanya bisa pasrah meski penyiksaan demi penyiksaan
mesti ia terima. Bibirnya tersenyum, tetapi hatinya menangis pedih perih. Dalam
hati ia berdoa, agar suaminya meninggalkan kebiasaan menyiksa dirinya. Ia
memohon kepada Tuhan agar Tuhan mengampuni kesalahan-kesalahan suaminya. Ia
juga memohon agar suaminya berubah.
Namun suatu ketika sang istri
mengalami sakit di dadanya akibat dari penyiksaan-penyiksaan itu. Ia juga mulai
batuk-batuk setiap malam. Ia tidak mampu menahan penyiksaan-penyiksaan itu. Ia
muntah darah. Tidak lama kemudian ia menutup matanya untuk selama-lamanya. Ia
meninggalkan tiga orang anaknya yang sangat disayanginya. Sedangkan sang suami
meratapi kepergian istrinya. Ia menyesal telah melakukan kekerasan terhadap
istrinya.
Sahabat, penyesalan selalu datang
terlambat. Setelah peristiwa tragis merenggut nyawa, orang baru sadar bahwa
semestinya sudah sejak awal orang tidak melakukan kekerasan. Nasi sudah menjadi
bubur. Nyawa yang hilang tidak mungkin dibangkitkan lagi.
Soalnya adalah mengapa orang berani
menyakiti sesamanya, bahkan orang yang sangat dekat dengannya? Karena orang
tidak menyadari bahwa sesamanya itu adalah bagian dari dirinya sendiri. Orang
hanya mau menang sendiri. Orang merasa dirinya yang paling benar dan baik.
Karena itu, orang boleh menyakiti sesamanya. Padahal tanpa alasan yang jelas
pun orang tidak boleh menyakiti sesamanya. Orang punya hak untuk mendapatkan
perlindungan dari sesamanya.
Karena itu, orang mesti sadar bahwa
setiap kali menyakiti sesama, orang juga melukai dirinya sendiri. Kisah di atas
menunjukkan hal ini. Ketika sang istri meninggal, sang suami yang menyiksa
istrinya itu mengalami kehilangan. Ia mengalami kesepian dalam hidupnya.
Penyesalannya tidak berguna.
Menyiksa sesama itu ibarat orang
sedang menendang sebuah tembok. Orang tersebut merasakan sakit di kakinya.
Mungkin kakinya terluka. Mungkin kakinya bengkak atau patah. Ia merasakan
sendiri sakit itu. Ia melukai dirinya sendiri. Hatinya terluka begitu mendalam.
Begitu pula orang yang menyakiti sesamanya, sebenarnya ia menyakiti dirinya
sendiri.
Sebagai orang beriman, kita diajak
untuk memberikan perhatian kepada sesama kita. Kita tidak boleh menyakiti
sesama kita. Untuk itu, kita perlu hindari tindakan yang menyakiti sesama kita.
Dengan demikian, sesama kita mengalami sukacita dalam hidupnya. Tuhan
memberkati. **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar